Kebutuhan bergaul dan berhubungan dengan ornag lain telah mulai dirasakan sejak anak berusia enam bulan, disaat anak itu telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarga lainya dan pada akhirnya setiap manusia itu saling membutuhkan. Hubungan sosial di mulai dari tingkat yang sederhana dan terbatas, semakin dewsa dan semakin berumur kebutuhan manusia menjadi kompleks denagn demikian, tingkat hubungan sosial budaya juga berkembang menjadi amat komleks. Pada jenjang perkembangan remaja, seorang remaja bukan saja memerlukan orang lain demi untuk memnuhi kebutuhan pribadinya. Pergaulan remaja banyak di wujudkan dalam bentuk kelompok, remaja merasa dirinya harus masuk dalam kesebuah kelompok. Dalam menetapkan pilihan kelompok yang diikuti mereka biasanya berdasarkan berbagai pertimbangan seperti moral,sosial ekonomi, merasa msenasib, memiliki hobi yang sama. Jadi bisa kita lihat anak-anak usia remaja biasanya mereka memiliki ciri khas tersendiri antar kelompok, dn tidak heran jika remaja mudah terpengaruh oleh teman senbaya nya.
Menurut Horrocks dan Benimoff (Hurlock; 1980) kelompok sebaya merupakan dunia nyata bagi kawula muda, yang menyipkan panggung simana ia dapat menguju diri sendiri dan oranglain. Di dalam kelompok sebaya ia merumusakan dan memperbaiki konsep dirinya; disinilah ia dinilai oleh orang lain yang sejajar dengan dirinya dan tidak dapat memaksakan sanksi-sanksi duni dewasa yang justru ingin ia hindari. Kelompok sebaya memberikan sebuah dunia tempat kawula muda dapat melakukan sosialisasi dalam suasana dimana nilai-nilai yang berlaku bukanlah nilai-nilai yang di tetapkan oleh orang dewasa melainkan oleh teman-teman sebayanya. Jadi, di dalm masyarakat sebaya inilah remaja memperoleh dukungan untuk memperjuangkan emansipasi dan di situ pula lah ia dapat menemukan dunia yang memungkinkanya bertindak sebagai pemimpin apabila dia mampu melakukanya, kecuali itu kelompok sebaya merupakan hiburan utama bagi anak-anak belasan tahun, berdasarkan alas an tersebut terlihatlah kauntungan vital masa remaja bagi remaja bahwa kelompok sebaya terdiri dari anggot-anggota, tertentu dari teman-temannya yang dapat menerimanya dan yang kepadanay ia sediri bergantung.
Berdasarjkan penjelasan dari Horrocks dan Benimoff betapa besarnya pengaruh teman sebaya pada usia remaja, namun sesungguhnya bagaimana remaja mengahdapi pengeruh tersebut tergantung pada sifat dasar yang terbentuk pada usia 6-10 tahun. Tekanan dari teman sebaya timbul apabila di mata remaja teman tersebut diaggap orang ‘kuat’ sehingga remaja bersangkuatn merasa dirinya harus mengikutu apa yang di lakukan tamannya. Dan untuk menguasai tugas perkembanganya dalam pembentukan hubungan baru dan yang lebih matang denagn lawan jenis dan dalam memainkan peran yang tepat sesuai denag jenis kelaminya. Rasa keingintahuan remaja mengenai seks membuat remaja berusaha mencari lebih banyak informasi mengenai seluk-beluk seks danh mayoritas para remaja berusaha mengetahui seluk beluk seks dari teman-teman dekatnya, buku bahkan dari internet.
Pada masa remaja juga mulai ada perubaha/perkembanagn minat terhadap lawan jenis, biasanya timbul rasa suka dan tertarik kepada lawan jenis yang biasanya di wujudkan dengan berpacaran. Pacaran bagi remaja bukan hal asing, apalagi di masa sekarang remaja merasa dirinya ketinggalan zaman dan dianggap tidak "gaul" jika belum pernah pacaran. Remaja memiliki banyak alas an untuk berpacaran, salah satunya adalah untuk memenuhi kebutuhan mengekspresikan rasa sayang terhadap seseorang yang spesial. Biasanya hal ini akan menimbulkan perasaan bersemangat, berbunga bunga, dan bahagia. Karena pacaran adalah sesuatu yang sangat diharapkan, maka ada anggapan bahwa pacaran itu harus, dan sangat penting. Mereka yang tidak mempunyai pacar jadi merasa tidak normal dan ujung-ujungnya adalah minder. Hal ini terutama terjadi jika semua teman se-genk nya telah memiliki pacar, sebagaimana yang dimuat dalam rubrik Curhat Kompas (29/6). Teman-teman sepergaulannya sering kali mengejek, mengolok-olok bahkan menertawakan bila dikelompok ada salah satu dari mereka yang belum punya pacar. Ejekan dan cemoohan inilah yang paling ditakuti remaja, sehingga mereka lalu biasanya memaksakan diri untuk berpacaran tanpa mengerti makna dari pacaran itu sendiri, yang dipentingkan adalah "status" supaya bisa kelihatan sudah punya pacar.Jika akhirnya mereka sudah "sukses" dapat meiliki pacar, misalnya, maka perilaku apa aja yang harus dilakukan selama pacaran juga dianggap ada "standarnya" .seorang remaja mengatakan "Temen-temen bilang kalau pacaran cuman duduk-duduk dan ngobrol aja, itu sih bukan pacaran namanya!" atau ada juga yang bilang sama pacarnya: " idih...kok sama pacarnya
cuman cium pipi sih? Nggak romantis amat! Kalo cuman kaya gitu sih sama ponakan gue juga bisa!"
Berdasarkan hasil survei yang pernah dilakukan oleh Pusat Studi Seksualitas terhadap remaja di Yogyakarta nilai dan perilaku seksual yang dianut remaja selama proses pacaran dipengaruhi beberapa faktor yaitu; karakter individu itu sendiri, kelompok, pacar, keluarga, sekolah, media massa dan komunitas masyarakat di mana remaja tumbuh dan berkembang. Tetapi, salah satu yang memiliki andil besar mempengaruhi sikap dan perilaku adalah kelompok teman sebaya dan pasangannya.
Makna kebanggaan sering diwujudkan dengan melakukan sesuatu yang jarang dilakukan oleh teman-teman sebayanya termasuk hubungan seksual. "Ada yang bercerita dengan bangga bahwa dia telah melakukan hubungan seksual," Ini menunjukkan bahwa berhubungan seks yang dilakukan oleh remaja sering kali karena tekanan dari teman-temannya, karena untuk bisa diterima oleh kelompoknya mereka harus berperilaku yang sama dengan kelompoknya. Seandainya dalam kelompok tersebut sudah banyak yang melakukan Hus (hubungan seksual), maka hampir pasti semua anggota kelompok juga harus melakukan seperti apa yang dilakukan oleh kelompoknya, karena bila ada anggota yang tidak melakukannya, maka ancamannya adalah dikeluarkan dari kelompoknya.Hal seperti inilah yang ditakutkan oleh remaja yang masih mencari identitas diri dan cenderung merasa nyaman bila berkelompok, sehingga mereka akan menggunakan berbagai cara untuk membuktikan bahwa mereka mampu dan biasanya pacar perempuannya menjadi sasaran."Banyak teman-teman saya yang bangga apabila sudah berciuman dengan pacarnya. Bahkan ada yang merasa bangga karena telah berhubungan seksual dengan sang pacar," ungkap salah seorang remaja. Gambaran ini pun semakin membuktikan bahwa remaja cenderung melakukan sesuatu untuk kebanggaan tanpa tahu akan akibat yang dilakukannya.
Pengaruh teman sebaya memang sangat kuat dalam kehidupan remaja, dan orang tua harus bisa mengontrol/memantau pergaulan remaja dengan tidak mencampurinya, karena remaja paling tidak suka jika orang tua mencampuri urusanya. Dan untuk kebutuhan seksual remaja, dalam usaha pemenuhanya harus mendapat perhatian khusus dari orang tua, terutama ibu. Orang tua harus cukup tanggap dan waspada serta secara dini menjelaskan dan memberikan arti dan fungsi seksual dalam kehidupan. Orang tua juga bias mendekati anaknya sebagai sahabat yang berbagi cerita kepada sahabatnya bukan sebagai orang tua yang menceramahi anaknya. Pendidikan seksual di sekolah juga harus ada, dan dapat berupa workshop kesehatan reproduksi atau bimbingan mengenai nilai dan perilaku seks. Jangan sampai remaja-remaja mendapat informasi yang salah dan terjerumus pada pergaulan bebas.
Menurut Horrocks dan Benimoff (Hurlock; 1980) kelompok sebaya merupakan dunia nyata bagi kawula muda, yang menyipkan panggung simana ia dapat menguju diri sendiri dan oranglain. Di dalam kelompok sebaya ia merumusakan dan memperbaiki konsep dirinya; disinilah ia dinilai oleh orang lain yang sejajar dengan dirinya dan tidak dapat memaksakan sanksi-sanksi duni dewasa yang justru ingin ia hindari. Kelompok sebaya memberikan sebuah dunia tempat kawula muda dapat melakukan sosialisasi dalam suasana dimana nilai-nilai yang berlaku bukanlah nilai-nilai yang di tetapkan oleh orang dewasa melainkan oleh teman-teman sebayanya. Jadi, di dalm masyarakat sebaya inilah remaja memperoleh dukungan untuk memperjuangkan emansipasi dan di situ pula lah ia dapat menemukan dunia yang memungkinkanya bertindak sebagai pemimpin apabila dia mampu melakukanya, kecuali itu kelompok sebaya merupakan hiburan utama bagi anak-anak belasan tahun, berdasarkan alas an tersebut terlihatlah kauntungan vital masa remaja bagi remaja bahwa kelompok sebaya terdiri dari anggot-anggota, tertentu dari teman-temannya yang dapat menerimanya dan yang kepadanay ia sediri bergantung.
Berdasarjkan penjelasan dari Horrocks dan Benimoff betapa besarnya pengaruh teman sebaya pada usia remaja, namun sesungguhnya bagaimana remaja mengahdapi pengeruh tersebut tergantung pada sifat dasar yang terbentuk pada usia 6-10 tahun. Tekanan dari teman sebaya timbul apabila di mata remaja teman tersebut diaggap orang ‘kuat’ sehingga remaja bersangkuatn merasa dirinya harus mengikutu apa yang di lakukan tamannya. Dan untuk menguasai tugas perkembanganya dalam pembentukan hubungan baru dan yang lebih matang denagn lawan jenis dan dalam memainkan peran yang tepat sesuai denag jenis kelaminya. Rasa keingintahuan remaja mengenai seks membuat remaja berusaha mencari lebih banyak informasi mengenai seluk-beluk seks danh mayoritas para remaja berusaha mengetahui seluk beluk seks dari teman-teman dekatnya, buku bahkan dari internet.
Pada masa remaja juga mulai ada perubaha/perkembanagn minat terhadap lawan jenis, biasanya timbul rasa suka dan tertarik kepada lawan jenis yang biasanya di wujudkan dengan berpacaran. Pacaran bagi remaja bukan hal asing, apalagi di masa sekarang remaja merasa dirinya ketinggalan zaman dan dianggap tidak "gaul" jika belum pernah pacaran. Remaja memiliki banyak alas an untuk berpacaran, salah satunya adalah untuk memenuhi kebutuhan mengekspresikan rasa sayang terhadap seseorang yang spesial. Biasanya hal ini akan menimbulkan perasaan bersemangat, berbunga bunga, dan bahagia. Karena pacaran adalah sesuatu yang sangat diharapkan, maka ada anggapan bahwa pacaran itu harus, dan sangat penting. Mereka yang tidak mempunyai pacar jadi merasa tidak normal dan ujung-ujungnya adalah minder. Hal ini terutama terjadi jika semua teman se-genk nya telah memiliki pacar, sebagaimana yang dimuat dalam rubrik Curhat Kompas (29/6). Teman-teman sepergaulannya sering kali mengejek, mengolok-olok bahkan menertawakan bila dikelompok ada salah satu dari mereka yang belum punya pacar. Ejekan dan cemoohan inilah yang paling ditakuti remaja, sehingga mereka lalu biasanya memaksakan diri untuk berpacaran tanpa mengerti makna dari pacaran itu sendiri, yang dipentingkan adalah "status" supaya bisa kelihatan sudah punya pacar.Jika akhirnya mereka sudah "sukses" dapat meiliki pacar, misalnya, maka perilaku apa aja yang harus dilakukan selama pacaran juga dianggap ada "standarnya" .seorang remaja mengatakan "Temen-temen bilang kalau pacaran cuman duduk-duduk dan ngobrol aja, itu sih bukan pacaran namanya!" atau ada juga yang bilang sama pacarnya: " idih...kok sama pacarnya
cuman cium pipi sih? Nggak romantis amat! Kalo cuman kaya gitu sih sama ponakan gue juga bisa!"
Berdasarkan hasil survei yang pernah dilakukan oleh Pusat Studi Seksualitas terhadap remaja di Yogyakarta nilai dan perilaku seksual yang dianut remaja selama proses pacaran dipengaruhi beberapa faktor yaitu; karakter individu itu sendiri, kelompok, pacar, keluarga, sekolah, media massa dan komunitas masyarakat di mana remaja tumbuh dan berkembang. Tetapi, salah satu yang memiliki andil besar mempengaruhi sikap dan perilaku adalah kelompok teman sebaya dan pasangannya.
Makna kebanggaan sering diwujudkan dengan melakukan sesuatu yang jarang dilakukan oleh teman-teman sebayanya termasuk hubungan seksual. "Ada yang bercerita dengan bangga bahwa dia telah melakukan hubungan seksual," Ini menunjukkan bahwa berhubungan seks yang dilakukan oleh remaja sering kali karena tekanan dari teman-temannya, karena untuk bisa diterima oleh kelompoknya mereka harus berperilaku yang sama dengan kelompoknya. Seandainya dalam kelompok tersebut sudah banyak yang melakukan Hus (hubungan seksual), maka hampir pasti semua anggota kelompok juga harus melakukan seperti apa yang dilakukan oleh kelompoknya, karena bila ada anggota yang tidak melakukannya, maka ancamannya adalah dikeluarkan dari kelompoknya.Hal seperti inilah yang ditakutkan oleh remaja yang masih mencari identitas diri dan cenderung merasa nyaman bila berkelompok, sehingga mereka akan menggunakan berbagai cara untuk membuktikan bahwa mereka mampu dan biasanya pacar perempuannya menjadi sasaran."Banyak teman-teman saya yang bangga apabila sudah berciuman dengan pacarnya. Bahkan ada yang merasa bangga karena telah berhubungan seksual dengan sang pacar," ungkap salah seorang remaja. Gambaran ini pun semakin membuktikan bahwa remaja cenderung melakukan sesuatu untuk kebanggaan tanpa tahu akan akibat yang dilakukannya.
Pengaruh teman sebaya memang sangat kuat dalam kehidupan remaja, dan orang tua harus bisa mengontrol/memantau pergaulan remaja dengan tidak mencampurinya, karena remaja paling tidak suka jika orang tua mencampuri urusanya. Dan untuk kebutuhan seksual remaja, dalam usaha pemenuhanya harus mendapat perhatian khusus dari orang tua, terutama ibu. Orang tua harus cukup tanggap dan waspada serta secara dini menjelaskan dan memberikan arti dan fungsi seksual dalam kehidupan. Orang tua juga bias mendekati anaknya sebagai sahabat yang berbagi cerita kepada sahabatnya bukan sebagai orang tua yang menceramahi anaknya. Pendidikan seksual di sekolah juga harus ada, dan dapat berupa workshop kesehatan reproduksi atau bimbingan mengenai nilai dan perilaku seks. Jangan sampai remaja-remaja mendapat informasi yang salah dan terjerumus pada pergaulan bebas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar