Program bimbingan dan konseling, jika mengacu pada definisi pendidikan menutut UU Sistem pendidikan nasional, haruslah memfasilitasi individu untuk mengembangkan potensi dirinya di berbagai aspek kehidupan individu. Bidang yang dikembangkan menurut definisi pendidikan tersebut, sangat berkaitan dengan bidang yang digarap oleh bimbingan dan konseling. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, dan akhlak, merupakan bidang garapan yang dalam program bimbingan dan konseling termasuk ke dalam bidang pribadi sosial. Beririsan dengan pribadi social, kecerdasan pun menjadi garapan bidang akademik. Dan yang terakhir, program bimbingan dan konseling pun memfasilitasi agar individu memiliki keterampilan bermasyarakat, baik pribadi social maupun karir, yang dituangkan dalam berbagai layanan pengembangan dengan porsi berbeda untuk setiap jenjang pendidikan. Ditinjau dari definisi pendidikan tersebut, maka, dapat disimpulkan bahwa bimbingan dan konseling, secara konseptual, sudah searah dengan pencapaian yang diharapkan dalam proses pendidikan.
UU sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional haruslah berfungsi mengembangkan kemampuan peserta didik, hal ini berimplikasi pada program bimbingan dan konseling bahwa program bimbingan dan konseling yang membantu pencapaian tujuan pendidikan adalah program yang focus pada pengembangan kemampuan dan potensi individu, untuk semua individu dan mengembangkan berbagai keterampilan yang membuat individu menjadi berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Program bimbingan dan konseling yang komprehensif, dibutuhkan untuk semua individu atau peserta didik, hal ini selain merupakan prinsip bimbingan dan konseling, juga merupakan tuntutan pasal 4 UU Sitem pendidikan nasional, mengenai penyelenggaraan pendidikan, yang menyatakan bahwa pendidikan dilaksanakan secara berkeadilan, tidak diskriminatif, yang tentu seharusnya disadari konselor sebagai suatu dasar mengapa program bimbingan dan konseling harus diberikan kepada semua siswa (disamping pertimbangan-pertimbangan psikologis).
Program Bimbingan dan konseling harus mempertimbangkan hak peserta didik yang tertuang dalam pasal 12, sehingga bimbingan dan konseling yang diselenggarakan dapat memenuhi hak-hak peserta didik yang diamanatkan pasal tersebut. Hak peserta didik yang langsung beririsan dengan bidang garapan bimbingan dan konseling diantaranya adalah hak untuk mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Secara eksplisit, pernataan tersebut berindikasi bahwa layanan yang diberikan oleh bimbingan dan konseling harus bersifat individual, memperhatikan setiap peserta didik sebagai individu yang memiliki keunikan tersendiri.
konselor yang dalam UU sistem pendidikan nasional dikategorikan sebagai pendidik, sehingga konselor harus memenuhi tuntutan pasal 7 UU No 14 tahun 2005 yang menyatakan bahwa pendidik harus memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan mutu yang dimaksud dapat diwujudkan pada penyelenggaraan bimbingan dan konseling dengan layanan yang berkualitas, yang diawali dengan perencanaan program yang berlandas pada kebutuhan siswa dan potensi siswa, dengan disusun secara sistematis, ilmiah dan terukur pencapaian tujuannya agar peningkatan kualitas layanan dapat lebih terpantau.
Konselor sebagai pendidik yang memberikan layanan bimbingan dan konseling, menurut pasal 8 wajib memiliki kualifikasi akademik. Implikasinya, konselor harus memiliki kualifikasi memadai untuk merancang, melaksanakan dan mengevaluasi program bimbingan dan konseling agar dapat terus meningkatkan mutu bimbingan dan konseling sebagaimana yang dituntut pasal 7 mengenai tanggungjawab meningkatkan mutu pendidikan. Kompetensi atau kualifikasi yang dimaksud diperjelas dalam pasal 10 atau pasal 32, dan hal ini sesuai dengan standar kompetennsi konselor yang mengamanatkan agar konselor mengembangkan kualifikasi diriya, sehingga konselor dapat meningkatkan kualitas layanan yang diberikan. Pasal-pasal ini dapat menjadi salah satu dasar bagi konselor untuk mengevaluasi diri dalam memberikan layanan dalam program yang sudah disusun.
Dalam kaitannya dengan pengembangan kompetensi dan kualifikasi konselor, dalam pasal 41 disebutkan bahwa konselor atau yang dalam pasal tersebut disebut sebagai guru diharuskan mengikuti organisasi profesi sebagai bentuk usaha mereka untuk mengembangkan diri dalam rangka mengembangkan mutu pendidikan. Jika meninjau kembali sejarah bimbingan dan konseling, maka akan dapat kita temukan bahwa banyak perubahan-perubahan besar yang terjadi dalam teori dan praktik bimbingan dan konseling. Perubahan tersebut sangat esensial dan mempengaruhi program bimbingan dan konseling yang disusun. Konselor yang tidak mengembangkan diri melalui organisasi profesi ataupun melalui upaya lain, tidak akan dapat mengikuti tuntutan perubahan ini, sehingga akan berimplikasi langsung pada mutu layanan yang diberikan.
Dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling, program yang disusun konselor harus mampu mengenali kebutuhan sekolah masing-masing. Jika mengacu pada UU No. 22 tahun 2006, konselor dapat menjadikan standar isi pendidikan, yang umumnya menyangkut akademik, dapat menjadi dasar konselor untuk menyesuaikan bimbingan dan konseling dengan kebutuhan akademik dan pengembangan diri siswa.
Program bimbingan dan konseling yang dibuat oleh konselor sekiranya karus berjalan dengan program yang ada di sekolah, begitu pula dengan pengelolaan program itu sendiri harus beriringan dengan standar pengelolaan pendidikan yang berlaku secara nasional sesuai dengan permendiknas No. 19 Tahun 2007.
Berdasarkan Permendiknas No. 27 Tahun 2008 konteks tugas konselor berada dalam kawasan pelayanan yang bertujuan mengembangkan potensi dan memandirikan konseli dalam pengambilan keputusan dan pilihan untuk mewujudkan kehidupan yang produktif, sejahtera, dan peduli kemaslahatan umum. Pelayanan dimaksud adalah pelayanan bimbingan dan konseling. Konselor adalah pengampu pelayanan ahli bimbingan dan konseling, terutama dalam jalur pendidikan formal dan nonformal. Jadi dalam hal ini program yang dibuat juga bertujuan untuk mengembangkan potensi dan emamndirikan konseli dalam mengambil keputusan dan pilihan untuk mewujudkan kehidupan yang produktif, sejahtera dan peduli kemaslahatan umum.
Dalam permendiknas no.27 tahun 2008 dijelaskan mengenai rumusan standar kompetensi konselor yang salah satu diantaranya adalah Merancang program Bimbingan dan Konseling dan mengimplementasikan program Bimbingan dan Konseling yang komprehensif yang kompetensi didalamnya mencakup Menganalisis kebutuhan konseli, menyusun program bimbingan dan konseling yang berkelanjutan berdasar kebutuhan peserta didik secara komprehensif dengan pendekatan perkembangan, menyusun rencana pelaksanaan program bimbingan dan konseling, merencanakan sarana dan biaya penyelenggaraan program bimbingan dan konseling, Melaksanakan program bimbingan dan konseling, melaksanakan pendekatan kolaboratif dalam pelayanan bimbingan dan konseling, memfasilitasi perkembangan akademik, karier, personal, dan sosial konseli ,mengelola sarana dan biaya program bimbingan dan konseling
Tidak ada komentar:
Posting Komentar