1. Etis
Etika berasal dari
bahasa Yunani “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Menurut ahli etika tidak lain
adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya
dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan etika atau lazim
juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ethos yang berarti norma-norma,
nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang
baik, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini :
a.
Ya’qub, (1983: 13)
Etika adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik
dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejah yang
dapat diketahui oleh akal pikiran.
b.
Dewantara (1962: 459 Dalam Zubair 1987)
Ilmu yang mempelajari segala soal kebaikan (dan
keburukan) didalam hidup manusia semuanya, teristimewa yang mengenai
gerak-gerak fikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan dan perasaan, sampai
mengenai tujuannya dapat merupakan perbuatan.
c.
Zubair (1987)
Etika merupakan penyelidikan filsafat tentang
bidang moral yaitu mengenai kewajban manusia serta tentang yang baik dan yang
buruk. Etika didefinisikan sebagai filsafat tentang bidang moral. Sifat dasar
etika adalah kritis, etika bertuga suntuk mempersoalkan norm aynag dianggap
berlaku.
Etika dalam
perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia
orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan
sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan
bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu
kitauntuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan
yangpelru kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala
aspek atau sisi kehidupan kita, dengan demikian etika ini dapat dibagi menjadi
beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya.
Moral
berasal dari bahsa Latin “mores” kata jamak dari “mos” yang berarti adat
kebiasaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Moeldjono, 1989:592) moral
berarti (a) ajaran tentang baik-buruk yang diterima umum mengenai perbuatan,
sikap, kewajiban; (b) kondisi mental yang memebuat orang tetap berani,
bersemangat, bergairah, berdisiplin atau isi hati (keadaan perasaansebagaimana
terngkap dalam perbuatan; (c) ajaran kesusialaan yang dapat ditarik dari suatu
ceritera. Sementara moralitas berarti sopan santun dan segalas esuatu yang berhubungan dengan
etiket.
Moral
memliki makna sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan
manusia, mana yang baik dan wajar. Jadi sesuai dengan ukuran-ukuran tindakan
yang oleh umum diterima meliputi kesatuan sosial atau lingkungan tertentu.
2. Perilaku Etis
Menurut Zubair (1987:23) etika dan moral lebih kurang sama
pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu
moral untuk penilaian perbuatan yang dilakukan lebih banyak bersifat praktis,
sedangkan etika adalah untuk pengkajian
sistem nilai-nilai yang berlaku yang lebih banyak bersifat teori.
Perilaku etis adalah perilaku yang sesuai dengan etika-etika yang
berlaku, dengan kata lain perilaku etis adalah sama dengan moral. perilaku etis
merupakan perilaku yang bermoral, bersusila. istilah etika terjadi jika orang
mengatakan “ia orang yang bersifat etis, ia seorang yang adil atau membunuh dan
berbohong itu tidak susila”. Dalam hal ini etis adalah suatu predikat yang
dipergunakan untuk membedakan dengan perbuatan-perbuatan atau orang-orang
tertentu dengan yang lain. Etis dalam arti ini sama dengan “susila” (moral)
(Zubair, 1987:67)
3. Sumber Etika
Yusuf (2010 : 26-32) menguraikan sumber etika, yaitu :
a.
Tuhan sebagai sumber Moral/Norma
Tuhan sebagai pencipta dan alam semesta, melalui para
utusanya telah menurunkan wahyu (agama) sebagai pedoman hidup bagi manusia di dunia
ini. Ajaran yang terkandung dalam agamasejalan dengan kodrat manusia sebagai
makhluk yang beragama (homo religious),
yaitu makhluk yang memiliki rasa keagamaan dan kemampuan untuk memahami serta
mengamalkan nilai-nilai (ajaran) agama. Kekodratan inilah yang membedakan
manusia dengan makhluk lainya (seperti hewan), dan juga mengangkat harkat dan
martabatnya atau kemuliaannya disisi Tuhan.
Dengan mengamalkan ajaran agama,
berarti manusia telah mewujudkan jati dirinya atau identitas diri (self-identity) yang hakiki sebagai hamba
Tuhan di muka bumi. Salah satu tugas manusia yaitu beribadah kepada Tuhanya,
selain itu ada juga ibadah sosial yang
tidak kalah pentingnya, yaitu upaya menjalin hubungan persaudaraan,
persahabatan, antar manusia dan menciptakan lingkungan hidup serta kehidupan
yang bermanfaat bagi orang lain.
Dengan berpedoman pada agama
sebagai dasar rujukan berperilaku dan arahan tujuan hidupnya, berarti manusia
telah mewujudkan fungsi-fungsi agama yang sebenarnya. Diantara fungsi-fungsi
agama itu adalah sebagai berikut:
1)
Memelihara Kodrat
Manusia mempunyai hawa nafsu akan tetapi apabila hawa nafsu ini tidak
dikendalikan, maka manusia sering terjerumus melakukan perbuatan dosa. Agar
manusia dapat mengendalikan nafsunya, maka dia harus bertaqwa kepada Tuhan,
yaitu beriman dan beramal serta mendekatkan diri pada Nya. Apabila manusia
telah bertaqwa berarti ia telah memelihara kodratnya dan menajdikan dirinya
sebagai kekasih Tuhan. DenganNya manusia akan mendapat kebahagiaan dalam hidup,
baik dunia maupun akherat.
2)
Memelihara Jiwa
Agama sangat menghargai harkat dan martabat, atau kemulian manusia. Oleh
karena itu agama melarang manusia melakukan tindak kekerasan, penganiayaan,
penyiksaan atau pembunuhan baik terhadap dii sendiri maupun orang lain.
3)
Memelihara Akal
Tuhan telah memberikan karuniaNya kepada manusia, yang
tidak diberikan kepada makhluk lainya. Dengan akalnya manusia memiliki (a)
kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk atau memahami nilai-nilai
agama, dan (b) kemampuan untuk mengembangkan ilmu dan teknologi atau
kebudayaan. Melalui kemampuan ini, manusia dapat berkembang menajdi makhluk
yang berbudaya (beradab). Mangingat pentingnya peran akal ini agama memberi
petunjuk kepada manusia untuk mengembangkan dan memeliharanya, yaitu hendaknya
manusia (a) mensyukuri nikmat akal itu, dengan cara memanfaatkanya seoptimal
mungkin untuk berpikir, belajar atau mencari ilmu, (b) menjauhkan diri dari
perbuatan yang merusak akal seperti: minum minuman keras, narkoba/napza dan
sebagainya.
4)
Memelihara Keturunan
Agama mengajarkan manusia tentang cara memelihara keturunan atau sistem
reproduksi, regenerasi yang suci. Aturan atau norma agama untuk memelihara
keturunan ini adalah pernikahan. Pernikahan merupakan norma agama yang sakral
(suci) yang hars ditempuh oleh pasangan pria dan wanita sebelum melakukan
hubungan bilogis sebagai suami istri. Pernikahan ini bertujuan untuk mewujudkan
keluarga yang tentram, penuh cinta kasih dan mendapat anugerah dari Tuhan.
5)
Memelihara Harta (Hak Milik)
Agama memberi petunjuk kepada manusia tentang bagaimana cara memperoleh
dan menggunakan harta. Agama tidak melarang umatnya untuk memiliki harta
kekayaan yang banyak (menjadi jutawan atau milyuner) asalkan diperoleh dengan
cara yang halal. Agama memberi petunjuk banhwa harta itu amanah Tuhan, yang
haus digunakan dalam kebaikan seperti: member nafkah keluarga, menolong fakir
miskin (yatim piatu), dan embangun fasilitas pendidikan. Agama juga mengajarkan
bahwa dalam rangka memelihara harta atau hak milik seseorang atau sekelompok
orang, siapapun diharamkan menganggu atau mengambilnya dengan cara yang tidak
sah, seperti mengkorupsi, mencuri merampok, merampas, dan mencopet.
b.
Manusia Sebagai Sumber Norma
Manusia sering dikatakan sebagai binatang yang berpikir. Maksudnya adalah
bahwa manusia sebagai makhluk yang dianugerahi akal, memiliki kemampuan untuk
berpikir, keinginan memahami diri, lingkungan dan Tuhan, serta dorongan untuk
menciptakan kehidupan yang nyaman dan sejahtera.
Secara
naluriah, manusia memiliki dorongan untuk berupaya memperoleh kesenangan (to procure pleasure), menghindar dari
penderitaan atau rasa sakit (to avoid
pain) dan secara sosial berusaha untuk menciptakan kehidupan sosial yang
sejahtera (so secure social welfare).
Dorongan inilah yang melahirkan kesadaran manusia untuk mencipakan aturan,
norma, adat istiadat, atau kebiasaan-kebiasaan yang seyogyan nya dimiliki,
dianut atau dipraktikan dalam kehidupans ehari-hari oleh anggota masyarakat di
lingkungan tempat dia hidup. Norma-norma ini menyangkut beberapa aspek
kehidupan seperti: perkawinana, pergaulan hidup, dan cara berpakaian.
Masyarakat manusia itu secara
geografis hidup di lingkungan yang heterogen dan juga multi ras, etnis, bahasa,
budaya dan agama, maka norma, aturan, atau kebiasaan yang dilahirkan pun amat
beragam. Norma ini lahir atas kesepakatan bersama (konvensi) antar anggota
komunitas tertentu. Norma-norma yang disepakati bersama itu tersimpul dalam
adat istiadat, tatakrama atau petatah petitih. Misalnya di suku sunda ada
pepatah: (1) silih asah, silih asuh,
silih asih, yang maknanyabahwa dalam hidup bersama harus ditegakan sikap
saling mencerdaskan, saling menolong (berupa materi atau non materi), dan
saling mengasihi, dan (2) lamun percaya
ulah cangcaya, mun dipercaya ulah codeka, maknanya adalah jika anda
mempercayai seseorang atau suatu lembaga/institusi, maka and ajangan ragu-ragu
atau berburuk sangka dan jika anda dipercaya sebagai pemimpin, maka anda jangan
melakukan perbuatan yang nista.
Etika yang bersumber dari akal
pikiran manusia nilai keberlakuanya bersifat lokal dan incidental, karena masing-masing daerah, negara atau bangsa
memiliki kebiasaan atau kebudayaan yang berbeda. Ukuran baik (sopan) disuatu
daerah belum tentu sama dengan ukuran baik di daerah lain. Sebagai contoh, di Arab
ada kebiasaan apabila ada dua orang yang sedang bertengkar, kemudian yang seorang
memegang dagu orang yang menjadi lawan bertengkarnya maka pertengkaran itu akan
berhenti, karena perbuatan memegang dagu berarti ajakan untuk berdamai.
Kebiasaan ini akan lain dampaknya apabila dilakukan di daerah Jawa Barat (Sunda)
karena perbuatan tersebut berarti pelecehan (istilah sunda= nyoo gado) atau penghinaan. Dengan demikian
pertengkaran bukan semakin mereda bahkan lebih meruncing.
4. Norma dan Kaidah Kehidupan
Di dalam kehidupan
sehari-hari sering dikenal dengan istilah norma-norma atau kaidah, yaitu biasanya suatu nilai yang mengatur dan
memberikan pedoman atau patokan tertentu bagi setiap orang atau masyarakat
untuk bersikap tindak, dan berperilaku sesuai dengan peraturan-peraturan yang
telah disepakati bersama. Patokan atau pedoman tersebut sebagai norma (norm) atau kaidah yang merupakan standar yang harus ditaati atau dipatuhi.
Kehidupan masyarakat
terdapat berbagai golongan dan aliran yang beraneka ragam, masing-masing
mempunyai kepentingan sendiri, akan tetapi kepentingan bersama itu mengharuskan
adanya ketertiban dan keamanan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk peraturan yang disepakati bersama, yang mengatur
tingkah laku dalam masyarakat, yang
disebut peraturan hidup.Untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan kehidupan dengan
aman, tertib dan damai tanpa gangguan tersebut, maka diperlukan suatu tata dan
tata itu diwujudkan dalam “aturan
main” yang menjadi pedoman bagi segala pergaulan kehidupan sehari-hari,
sehingga kepentingan masing-masing anggota masyarakat terpelihara
dan terjamin. Setiap anggota masyarakat mengetahui “hak dan kewajibannya masing-masing sesuai dengan tata
peraturan”, dan tata itu lazim disebut “kaedah” (bahasa Arab), dan “norma” (bahasa
Latin) atau ukuran-ukuran yang menjadi pedoman, norma-norma tersebut mempunyai
dua macam menurut isinya, yaitu:
- Perintah, yang merupakan keharusan bagi seseorang
untuk berbuat sesuatu oleh karena akibatnya dipandang baik.
- Larangan, yang merupakan keharusan bagi seseorang
untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibatnya dipandang tidak
baik.Artinya norma adalah untuk memberikan petunjuk kepada manusia
bagaimana seseorang hams bertindak dalam masyarakat serta
perbuatan-perbuatan mana yang harus dijalankannya, dan perbuatan-perbuatan mana yang harus dihindari (Zubair, 1987:81).
Norma-norma itu dapat dipertahankan melalui sanksi-sanksi,
yaitu berupa ancaman hukuman terhadap siapa yang telah melanggarnya.
Tetapi dalam kehidupan masyarakat yang terikat oleh
peraturan hidup yang disebut norma, tanpa
atau dikenakan sanksi atas pelanggaran, bila seseorang melanggar suatu
norma, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan tingkat dan sifatnya suatu pelanggaran yang terjadi, misalnya sebagai
berikut:
a. Semestinya
tahu aturan tidak akan berbicara sambil menghisap rokok di hadapan tamu atau
orang yang dihormatinya, dan sanksinya hanya berupa celaan karena dianggap
tidak sopan walaupun merokok itu tidak dilarang.Seseorang tamu yang hendak pulang, menurut tata krama harus diantar sampai di muka pintu rumah atau kantor,
bila tidak maka sanksinya hanya berupa celaan karena dianggap sombong
dan tidak menghormati tamunya.
b. Mengangkat
gagang telepon setelah di ujung bunyi ke tiga kalinya serta mengucapkan salam, dan jika mengangkat telepon sedang berdering dengan kasar, maka sanksinya dianggap
“intrupsi” adalah menunjukkan ketidaksenangan yang tidak sopan dan
tidak menghormati si penelepon atau orang yang ada disekitarnya.
c. Orang
yang mencuri barang milik orang lain tanpa sepengetahuan pemiliknya, maka
sanksinya cukup berat dan bersangkutan dikenakan
sanksi hukuman, baik hukuman pidana penjara maupun perdata (ganti
rugi).
5.
Aspek-Aspek
Perilaku Etis Siswa
Aspek-aspek perilaku etis ini
dirumuskan oleh Sunaryo dkk (2001:253) pengembangan inventori tugas
perkembangan siswa, aspek dari perilaku etis yaitu:
1.
Jujur
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2008: 591) jujur berarti lurus hati, tidak berbohong (misal:
berkata apa adanya), tidak curang (misal: dalam permainan dengan mengikuti
aturan yang ada) tulus ikhlas. Jujur adalah mengakui, berkata atau memberikan
suatu informasi yang sesuai kenyataan dan kebenaran. Dalam kehidupan
bermasyarakat secara hukum tingkat kejujuran seseorang biasanya dinilai dari
ketepatan pengakuan atau apa yang dibicarakan seseorang dengan kebenaran dan
kenyataan yang terjadi. Jika seseorang
berkata tidak sesuai dengan kebenaran dan kenyataan atau tidak mengakui suatu
hal sesuai yang sebenarnya, orang tersebut sudah dapat dianggap atau dinilai
tidak jujur, menipu, mungkir, berbohong, munafik atau lainnya.
Menurut Tasmara (Yusuf, 2010:53) Sikap jujur merupakan perilaku yang seyogyanya ditunjukan
oleh remaja. Biasakan menyampaikan apapun secara apa adanya, dengan tidak
dilebih-lebihkan ta berbohong. Sebabdalam kejujuran terdapat nilai rohani yang
memantulkan sikap yang yang berpihak kepada kebenarandan sikap moral yang
terpuji (morraly upright). Bahkan
jika dimaknai kata jujur dalam bahasa inggris honest adalah tidak pernah menipu, berbohong, atau melawan hukum.
Ironisnya, terkadang remaja belajar kebohongan dari lingkungan terdekat seperti
orang tua, saudra-saudr atau bahkan gurunya. Dalam penelitian
ini indikator jujur adalah tidak
berbohong, tidak curang, lurus hati dan tulus ikhlas.
2.
Hormat
kepada orang tua
Hormat yaitu menghargai
orang lain dengan berperilaku baik dan sopan (Supriatna, 2010:38), sedangakan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 507) hormat: menghargai (takzim,
khidmat, sopan), perbuatan yang menandakan rasa takzim atau khidmat kepada orang yang usianya lebih tua.
Menghormati berarti menunjukan /memperhatikan nilai dari seseorang atau
sesuatu, selain itu juga menghormati adalah hubungan responsif dan wacana biasa
tentang rasa hormat mengidentifikasi beberapa eleman kunci dari repon, termasuk
perhatian, rasa hormat, penilaian, pengakuan, menghargai dan berperilaku. Dalam
penelitian ini indikator hormat kepada orang tua adalah mendengarkan nasihat
orang tua, mentaati perintah orang tua dan menghargai orang tua. Popov (1997:
221) Menghormati merupakan sikap menghormati
orang lain dan peduli hak-hak
mereka. Rasa hormat tercermin dalam sopan santun
kita dalam memperlakukan satu sama lain, cara kita berbicara dan cara kita memperlakukan barang-barang milik
orang lain. Berbicara dan bertindak dengan rasa
hormat memberikan mereka
martabat layak,
menjadi seseorang yang penuh rasa hormat termasuk menghormati disi sendirii. Ini berarti
bahwa Individu melindungi
hak-hak nya sndiri, seperti
privasi dan kesopanan. Jika ada yang melanggar hak kita, bahkan jika
itu adalah orang tua, ini harus
dihentikan. Setiap wanita, pria dan anak diciptakan oleh Tuhan, dan kita
semua layak dihormati.
3.
Sikap
Sopan Santun
Norma sopan-santun
adalah peraturan hidup yang timbul dari sebuah hasil pergaulan sekelompok
manusia di dalam masyarakat dan dianggap sebagai pedoman pergaulan sehari-hari
masyarakat itu. Norma kesopanan bersifat relatif, artinya apa yang dianggap
sebagai norma kesopanan berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan, atau
waktu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 1330) Sopan santun adalah
budi pekerti yang baik, tata krama, peradaban, kesusilaan. Dalam penelitian ini
indikator sopan santun adalah bertutur
kata yang baik, berperilakus esuai dengan nilai yang berlaku, dan sopan santun
dalam berpakaian.
4.
Ketertiban
dan Kepatuhan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2008: 1445) ketertiban adalah keadaan yang serba teratur, (tertib: teratur,
memurut aturan) dan kepatuhan ialah sifat patuh, patuh: suka menurut, taat pada
perintah dan aturan, berdisiplin. Taat dan patuh memiliki arti selalu
melaksanakan segala peraturan yang ditetapkan. Ketaatan dan kepatuhan yang
dilaksanakan dengan sungguh-sungguh akan mewujudkan ketertiban dan ketentraman
dalam kehidupan bermasyarakat. Peraturan yang dibuat harus dilaksanakan secara
bersama-sama sebab peraturan tersebut merupakan hasil kesepakatan bersama.
Ketaatan dan kepatuhan juga merupakan modal yang utama bagi setiap orang untuk
mewujudkan keadilan masyarakat secara keseluruhan. Dalam penelitian ini
indikator ketertiban dan kepatuhan adalah
tertib dalam melaksanakan sesuatu dan mentaati peraturan yang berlaku.
Popov (1997: 193) mengemukakan Tujuan dari ketaatan adalah membimbing dan melindungi anda. Anda harus berpikir untuk diri sendiri, dan merasa yakin bahwa ketika Anda mematuhi seseorang, bahkan dalam keluarga Anda sendiri, bahwa hal tersebut adalah untuk kebaikan Anda sendiri dan tidak akan menyakiti Anda atau orang lain.
Sumber:
YusuYusuf, Syamsu,
dkk. (2010). Bimbingan Etika Pergaulan
Bagi Pengembangan Karakter Remaja. Bandung: Rizqi Press.
Zubair,
Ahmad. (1987). Pengantar Kuliah Etika.
Jakarta: Pradya Paramita
Ya’qub,
Hamzah. (1983). Etika Isalmi: Pembinaan Akhlakulkarimah.
Bandung: Diponegoro
Suseno,
Franz Magnis. (2006). Etika Abad kedua
puluh. Yogyakarta: Kanisius
Kartadinata
ddk. (2001). Inventori Tugas Perkembangan.
UPT LBK UPI. Tidak diterbitkan
Kohlbergh,
Lawrence. Alih Bahasa John de santo dan Agus Cremers, SVD .(1995). Tahap-Tahap Perkembangan Moral.
Yogyakarta: Kanisius
Depdiknas.
(2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi ke-4). Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama